beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel di koran, yang judulnya kira-kira begini: harga sayuran di pasaran mulai naik. di situ disebutkan beberapa sayuran yang mengalami kenaikan harga, dan mana saja yang harganya masih bertahan. yang membuat saya terkesan adalah kalimat yang kira-kira (lagi) bunyinya begini (maaf nggak pake file mp3): sementara harga sss melambung dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.900 per kilo nya. duh, kenapa perilaku lebay ikut merambah ke wartawan koran ini ya? naik 400 rupiah aja dibilang melambung. atau cuma saya-nya aja yang terlalu berlebihan menghadapi kata "melambung"?
lalu sempat juga main ke temen, dan dia cerita, kira-kira (untuk yang ketiga kalinya) begini:
temen: aq ni ditipu ma penjual pisang di pasar. aq beli satu sisir ini 10000, katanya pisang-nya manis, ternyata waktu kumakan, pisangnya belum mateng.
saya: 10000? nggak kamu tawar tah? ya, yang penting kan masih bagus pisangnya.
temen: tadinya 12000, udah kutawar. ada sih dia tawarin juga yang 5000, 7000, tapi aku lihat pisangnya udah bonyok dan berlubang.
hmmm kebetulan besoknya denger di radio kalau harga pisang ambon di pasaran emang IDR 10000 satu sisirnya.
kemudian di suatu kesempatan yang jarang terjadi, saya pergi ke carrefour buat.... belanja bahan makanan. mau beli mentega... 8000 ya? kirain cuma 4000-an. trus jalan lagi. gula... paling murah 6000-an sekilo ya? uangku cukup nggak sih? jalan lagi. beli telur ah. telur organik... telur dengan omega 3... telur vegetarian... telur dengan kamera 3MP autofocus dan memori internal 96MB... ini telur bukan? cari yang murah aja deh. trus dikantongin, ditimbang...
tiba-tiba seorang ibu dengan wajah merengut mendatangi mbak-mbak yang lagi nimbang telur saya (ehm).si ibu: mbak, ini harga telurnya kok...
si mbak: iya bu, hari ini telurnya sepi... kalo kemaren ruamee bu.
si ibu: kemarin berapa?
si mbak: 5990 bu.
si ibu: lha iya, ini kok segini harganya?
si mbak: iya bu, nggak tahu itu. tadi pagi saya baru masuk masih 9000-an bu. sore ini harganya udah 12000.
....
sebenernya mereka masih terus ngobrol, tapi saya udah beranjak pergi. selain karena telur saya udah selesai ditimbang dan dikasih label harga, juga karena saya merasa... sakit hati. sakit hati yang sama waktu lihat di toko bahwa laptop yang saya beli, dua bulan kemudian ditawarkan dengan harga 200rb lebih murah dengan harddisk yang lebih besar. sakit hati yang sama waktu mendapati hape yang saya incar nggak kebeli karena harganya naik 500rb gara2 musim liburan. hmmm kalo naik 400 perak disebut melambung, naik dua kali lipat gitu disebut apa ya?
trus jadi kepikiran. tiap hari ibu2 rumah tangga menghadapi kenyataan seperti ini. dikasih duit belanja di awal bulan dan harus dikelola dengan baik sampai akhir bulan. ketemu dengan harga yang fluktuatif, karena tergantung dengan sentimen lingkungan, tergantung juga tempat belinya, tergantung kekuatan lobby dengan penjualnya. harus jeli melihat kondisi barang yang mau dibeli, karena penting buat kesehatan keluarganya. dan disuruh tampil cantik buat suami (ya iyalahh). hmm... misalnya ibu2 dikasih komputer+internet dan disuruh kulakan saham gimana ya?
untungnya... saya bukan ibu rumah tangga. jadi saya nggak usah sakit hati terlalu sering. jadi saya nggak usah terlalu pusing. jadi waktu itu saya bisa dengan (agak) santai meninggalkan si ibu dan si mbak menuju kasir. waktu bayar...bukan ibu rumah tangga: hmmm bisa pake credit card?
(mungkin) masih akan jadi ibu rumah tangga: oh, minimal pembelanjaan harus 50000 pak.
bukan ibu rumah tangga: oh gitu... ya udah deh. ni mbak.
(mungkin) masih akan jadi ibu rumah tangga: uangnya 50000 ya pak?
....
uang bensinkuu.... besok ke kantor naik bemo ah...
Mencari Teman Sedunia dan Seakhirat
2 bulan yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar